Desember 05, 2012

mengenal lebih dekat

Diposting oleh Sabita Normaliya di 17.36
Sudah terhitung satu tahun aku menulis di sini. Menulis untuk sesuatu yang tak mampu aku ucapkan dengan lisanku. Kali ini ketika aku menulis, aku ingin menuliskan yang mungkin tak banyak orang tahu. Aku ingin menuliskan tentang orang-orang yang luar biasa berarti dalam hidupku. Dialah ayah, ibu, dan juga adikku.
Kami dalam Kesederhanaan yang Allah Berikan

Foto di samping adalah foto ayahku ketika masih menjadi prajurit satu. Ayahku lahir pada tanggal 13 Januari 1960 di desa  Garuman, Wedi, Klaten, Jawa Tengah. Aku tidak perlu menjelaskan apa profesi ayahku, karena sudah jelas dari seragam yang beliau kenakan, ayah adalah seorang Tentara Nasional Indonesia.
Ayahku adalah sosok yang sangat keras dalam mendidik anak-anaknya, tak heran jika ayah adalah orang yang paling kami takuti dan kami segani. Jika beliau sudah mengatakan tidak, maka kami tidak melakukannya, meskipun itu dengan setengah hati. Beliau adalah orang yang sangat disiplin dan selalu mendisiplinkan anak-anaknya. Tak heran jika aku melihat dan menemui orang-orang yang tidak disiplin, aku merasa tabu. Meskipun semenjak kuliah ini aku merasa nilai-nilai kedisiplinan yang ayah ajarkan kepadaku mulai menurun. 
Ayah adalah sulung dari enam bersaudara. Meskipun sebetulnya ayah memiliki kakak perempuan, namun Allah telah memanggilnya terlebih dahulu di usianya yang masih muda. Ayahku lahir dan dibesarkan dari keluarga yang sangat sederhana. Lahir dari almarhumah nenekku yang bekerja sehari-hari dengan berjualan gorengan di pasar tradisional. Kalau aku mengingat kembali apa yang pernah ayah ceritakan dahulu tentang kehidupannya, aku menghela nafas panjang dan serasa ingin menitikan air mata. Ayahku telah terbiasa dengan kehidupan yang serba kurang. Beliau memutuskan untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi dan lebih memilih untuk bekerja serabutan selepas lulus STM. Dulu ayah juga sempat bekerja di bengkel dengan gaji yang sangat minim. Hampir dua tahun ayah mengumpulkan lembar demi lembar rupiah dari hasil kerja di bengkel, ayahpun berupaya menggapai mimpinya dan mendaftarkan diri untuk menjadi tentara. Bukan cerita yang mudah dan bisa digambarkan begitu saja hingga pada akhirnya usaha keras dan perjuangan ayah dimasa lalu bisa menjadikannya seperti sekarang ini.
Ayahku adalah orang yang sangat hebat. Ayahku juga kuat. Ayah adalah orang yang tidak pernah kulihat menangis, meskipun hal tersulit harus beliau alami. Beliau adalah kesempurnaan yang Allah anugerahkan untuk menjadi sosok tangguh dikeluargaku.

Ini adalah ibuku. Sosok tercantik yang pernah aku kenal. Sosok terhebat yang selalu ada bersamaku dalam suka maupun duka. Itulah ibuku. Aku bukanlah anak yang sempurna untuknya, tapi beliaulah sosok sempurna yang Allah ciptakan untuk menyempurnakan hidupku. Menulis tentangnya, aku memang tak bisa menyimpan tangisku. Kehidupannya di masa lalu, tak jauh berbeda dengan ayahku. Bergulat dengan kerja keras, pengorbanan, dan keikhlasan telah membuat hati ibuku kuat. Ibuku adalah sulung dari enam bersaudara. Seorang anak tertua dengan beban hidup dalam pundaknya yang harus ibu pikul selama belasan tahun.
Sosok bidadari dunia yang selalu ada disampingku ini adalah sarjana ilmu sosial. Namun, ibuku lebih memilih untuk menjadi seorang yang lebih sempurna dengan menjadi ibu yang selalu ada menemani hari-hariku, adek, dan juga ayah. Bahkan yang aku tahu, ibuku tidak pernah mengenyam sedikitpun bagaimana rasanya bekerja. Tapi itulah ibuku. Seseorang yang tak lagi mampu kusanjung dalam lisan maupun tulisku, karena ibu adalah segalanya untuk aku.

Siapa dia? Bukan aku pastinya. Dia adalah adikku. Namanya Tirsa Ayunda Rahmania. Namun aku lebih suka memanggilnya nying-nying. Jangan kau tanyakan mengapa aku memanggilnya demikian, karena pasti aku juga tidak tahu apa alasannya.
Sekarang adek tercatat sebagai salah seorang siswi di sekolah menengah pertama yang dulunya adalah sekolahku juga. Dia kini sedang duduk di bangku kelas sembilan. Itu artinya tahun depan ia lulus dan akan masuk SMA. Meskipun dia sangat menyebalkan, meskipun dia sangat nakal, meskipun dia ini, meskipun dia itu, tapi bagaimanapun hal itu terjadi kepadaku akan semua perlakuannya, aku selalu berdoa untuk semua yang terbaik untuk dia.
Jarak usia kami sekitar enam tahun. Jarak yang kupikir cukup jauh, namun, kami menikmati jarak ini. Walaupun kami terbilang sudah sama-sama besar, tapi jangan heran jika kami masih berantem satu sama lain. Tapi, jika satu hari saja kami tidak saling bertemu, kami akan saling mencari. Ya kupikir itulah yang disebut ikatan batin.
Remaja belasan tahun yang kini mulai peduli dengan penampilannya ini adalah seorang atlet selam. Adik memulai karirnya dengan bergabung di sebuah club renang ketika usianya masih 8 tahun. Dari sana ia memulai mengikuti kompetisi-kompetisi. Dan jangan ditanyakan berapa banyak penghargaan yang telah ia torehkan. Lebih dari hanya sekedar banyak. Aku bangga memiliki adek seperti dia. Meskipun nakal, menyebalkan, dan tidak mau mengalah, dia adalah satu alasan untuk aku selalu bersyukur kepada Allah karena telah memberikan aku seorang adik hebat seperti dia.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Kembang Gula Template by Ipietoon Blogger Template | Gift Idea