Kini usiaku sudah memasuki angka dua puluh tahun. Sudah selama ini pula aku tinggal bersama dengan mereka. Ayah dan juga ibuku. Bagaimanapun juga, berapapun usiaku nanti, aku adalah tetap anak mereka.
Aku terlahir dua puluh tahun yang lalu. Tepatnya seperti apa, aku belum pernah menanyakannya langsung pada ibuku. Yang jelas, aku sempat mendengar beberapa cerita dari saudara-saudaraku, bahwa kelahiranku sangatlah dinantikan. Betapa tidak, aku adalah cucu pertama dikeluarga besar kakek-neneku. Maklum, ibuku adalah anak tertua dikeluarga besar ini. Dua puluh tahun berlalu, yang aku ingat hanya sepenggal cerita dikala aku sudah memasuki bangku sekolah. Menurut banyak cerita yang tidak ku tahu kebenarannya, aku ini adalah sosok bocah yang nakal. Bahkan bisa dibilang sangat nakal. Aku bisa saja terbalik dari bak tempat aku mandi, kalau tidak salah, tanteku pernah bilang hal itu terjadi ketika aku masih belum bisa berjalan. Tidak cukup hanya itu, setelah aku memasuki bangku taman kanak-kanak, kejahilan dan kenakalanku semakin menjadi-jadi. Tanteku adalah salah seorang yang sangat phobia dengan binatang melata, khususnya cicak. Karena aku sangat tahu ketakutan tanteku itu, bukan aku menjauhkannya dari hadapan tante, tapi aku malah senang mengganggunya dengan sesekali melemparkan cicak kearahnya. Dan apa kalian tahu, kejahilanku itu tidak jarang membuat tanteku jatuh pingsan.